Thursday 31 July 2014

Menerima takdir sebagai Lesbian

Oleh : A Fahrizal Aziz*

Saya berbincang dengan Suboy (nama samaran), dia seorang perempuan, berpakaian masih seperti perempuan, tapi juga mencintai sesama perempuan. Ya, dia adalah lesbian. Sementara saya yang berbincang dengannya, masih dianggap lelaki tulen. Dia bercerita banyak hal seputar lesbian, dan mengklarifikasi banyak hal yang sekiranya melenceng dari pemahaman keumuman masyarakat.

Ia menjelaskan bahwa menyadari diri sebagai lesbian, adalah upaya menerima takdir. Saya shock seketika, kenapa harus bawa-bawa takdir? Bukankah takdir adalah garis yang ditetapkan oleh Tuhan? Lalu ia menjelaskan, secuil pun tak pernah ia berharap jadi seorang lesbian. Ia pun juga tersiksa menjadi lesbian. Ia ingin hidup normal, tapi apa daya, orientasi seksual yang menyimpang ini muncul secara alamiah, sejak ia masih SD, ia sudah menikmati ketertarikannya dengan sesama perempuan.

Menerima takdir menjadi seorang lesbian, menurut dia, sama halnya dengan menerima takdirnya sebagai perempuan atau laki-laki. Jika boleh memilih, ia ingin menjadi laki-laki agar bisa dengan leluasa mencintai perempuan. Tetapi Tuhan memilihkannya menjadi perempuan. Banyak orang yang bernasib dengannya, namun tak bisa menerima takdir.

Misalkan, seorang laki-laki yang memilih menjadi waria, berdandan seperti perempuan dan berperilaku layaknya perempuan. Para waria itu, mengklaim dirinya menerima takdir, padahal sejujurnya, mereka tengah mengutuki takdir. Menerima takdir dan mengutuki takdir itu dua hal yang berbeda. Menerima itu proses keterbukaan dan kepasrahan, sementara mengutuki itu adalah sebuah protes keras.

Seorang perempuan yang memilih berperilaku layaknya laki-laki atau seorang laki-laki yang memilih menjadi waria, adalah jalan mengutuki takdir. Kenapa mengutuki? Tuhan mentakdirkannya sebagai perempuan, tapi orientasi seksualnya kepada sesama jenis. Begitu pula, ketika Tuhan menciptakannya sebagai laki-laki dan orientasi seksualnya ke sesama laki-laki, ia protes dan merubah dirinya menjadi perempuan.

Ia menjelaskan, tak semua lesbian tercipta karena pola perilaku, ada yang muncul secara alamiah. Ia menjelaskan dirinya sendiri. Tak pernah dikecewakan laki-laki, pun tak pernah berhubungan intim dengan perempuan. Sejak kecil ia terkenal tomboi, dan usut demi usut, ketika masih dalam kendungan, orang tua sangat mengharapkan anak laki-laki. Apakah itu berpengaruh?

Ia ingin menerima dirinya sebagai seorang lesbian, karena menurutnya lesbian adalah takdir. Takdir harus diterima, tak harus dikutuki. Menerima dirinya sebagai seorang lesbian, bukan berarti menghalalkan dirinya untuk melakukan hubungan sesama jenis, kalau itu ia lakukan, berarti bukan menerima melainkan mengutuki. Di lain hal, meski ia sadar sebagai seorang lesbian, tapi ia memilih untuk belajar normal dan mencintai lelaki.

“Lesbian itu takdir, dan takdir tidak bisa kita lawan. Tapi diantara takdir itu ada pilihan, dan saya memilih untuk menjadi normal, semampu dan sebisa saya. Suatu kelak, saya ingin menjadi seorang istri dan ibu yang baik. Mengurusi keluarga dan mendidik anak-anak,” jelasnya dengan mata berkaca-kaca.

Saya pun turut berdoa semoga anda berhasil menjadi perempuan seutuhnya.

(*) Inisiator Bilik Kata

No comments:

Post a Comment