Oleh : A Fahrizal Aziz*
Waktu nonton GGS (Ganteng-ganteng serigala), saya mendapatkan pertanyaan yang tak sepele dari adik keponakan saya. Kenapa vampir harus pergi ke sekolah? Kira-kira begitulah pertanyaan adik keponakan saya yang masih duduk di kelas 3 SD itu. Sungguh, saya kebingungan menjawabnya. Kalau saya jawab. Yah, namanya juga sinetron, ya nggak beneran dek. Kok rasanya umum sekali. Saya ingin jawaban yang lain.
Nah, itu berarti si vampir ingin pinter juga, makanya die sekolah. Kalau vampir aja ingin pinter, masa manusia nggak mau pinter. Begitulah jawaban saya. Lalu muncul pertanyaan kedua. Memang ada beneran ya kak vampir yang sekolah? Duh, saya bingung lagi menjawabnya. Kalau bilang ada, pasti dia bakal ketakutan pergi sekolah dan mengira –temannya yang kulitnya putih—adalah vampir sebagaimana di sinetron tersebut. Kalau bilang tidak, saya sudah terlanjur menjawab kalau vampir pun ingin pintar. Nah, lo.
Akhirnya saya jawab. Ada di sinetron itu. Dia langsung bersungut. Tetapi memang sinetron GGS ini awalnya membuat penasaran. Saya tertarik bukan karena pemerannya yang ganteng dan cantik, tapi karena menurut saya unik. Apa ini mau niru twilight? Kok ada sinetron surealis begini di Indonesia. karena keunikan itulah saya mencoba menonton.
Hanya saja, ide ceritanya kurang cair. Latar sekolah yang diambil kurang tepat. Anak kecil pun paham, kok vampir harus pergi ke sekolah? Dan buat apa para vampir pergi ke sekolah seperti di sinetron itu? misi apa yang hendak dijalankan vampir ketika di sekolah? Untuk belajar atau untuk yang lain? pertanyaan itu hampir tak terjawab.
Selain itu, aktivitas pembelajaran juga tak begitu di tampakkan. Yang ditampakkan adalah permusuhan antara bangsa vampir dan serigala, percintaan antara manusia-vampir-serigala dan tambahan tambahan lainnya seperti guru yang cerewet, mami yang telmi, sisanya hanya pelengkap. Dalam sintron itu pula, sejak nama Aliando Syarif kian populer, semakin tak jelas siapa tokoh utamanya. Apa Tristan (Kevin Julio), Galang (Ricky Harun), atau Digo (Aliando)?
Seharusnya, penulis skenario mampu membuat alur yang logis, sekalipun itu cerita surealis. Misalkan, kepergian vampir ke sekolah adalah untuk menguasahi salah satu ilmu tertentu yang hanya dikuasai manusia, atau untuk merubah seisi sekolah menjadi vampir semua. Sementara bangsa serigala hadir untuk melawan niat jahat bangsa vampir. Di lain hal, ada beberapa vampir yang tak sepakat dengan niat jahat vampir lainnya, dan mencoba hidup rukun dengan bangsa manusia, termasuk dengan darah suci.
Semakin berlanjut, semakin kentara bahwa sinetron kita hanya mengejar viewer. Bukan kualitas. Lambat laun, para penonton seperti saya, akan perlahan lahan mengganti channel televisi. Semoga sinetron itu tak lagi memberikan hal-hal yang membingungkan penontonnya.
(*) Inisiator Bilik Kata
No comments:
Post a Comment