Oleh: Adinda Rahma Dara Kinasih*
Kukagumi kelemahanmu. Kucintai semua kekuranganmu. Itu, bagiku indah. Kau yang tak sempurna…
-Bondan Fade2Black-
Kini kita bicara tentang sesuatu yang tak sempurna. Terkadang adakala sesuatu terlihat begitu indah, mewah, tertata, sempurna. Tapi nyatanya, segala sesuatu memang tak sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milikNya.
Novel karangan Fahd Djibran yang dikolaborasikan dengan lirik-lirik lagu Bondan & Fade2Black ini mengusung tema berbeda diantara sekian banyak novel remaja bertema cinta yang itu-itu saja. Novel ini pun bicara tentang cinta, namun cinta yang dimaknai dengan cara berbeda. Cinta sekolah, cinta keluarga, cinta sahabat, juga cinta pada lawan jenis ditorehkan dengan apik dalam porsi yang pas, hingga terkesan saling melengkapi.
Tujuh remaja ini, menjalani masa putih abu-abu mereka di tengah semua ketidaksempurnaan. Mereka masuk dalam pasukan khusus sekolah untuk tawuran melawan sebuah sekolah lain yang telah tertanam dalam otak mereka sebagai musuh bebuyutan. Sebab permusuhannya apa, mereka pun tak mengerti. Hanya bermodalkan doktrin itulah, mereka akhirnya berperang, dengan satu alasan klise, meneruskan tradisi.
Tawuran inilah yang membawa mereka pada banyak perubahan besar. Mulai dari Andri yang harus kehilangan nyawa, Firman yang harus menghabiskan sisa masa SMAnya di penjara, Bram yang dihadiahi drop out dari sekolah, Eko, Goris, Tanri, dan Heru yang mendapat skorsing, hingga Rama yang harus merelakan sebelah kakinya diamputasi. Tapi, tak pernah ada musibah yang tak berhikmah. Khususnya untuk Rama, sang tokoh utama dalam novel ini. Kehilangan satu kaki malah membawanya bertemu kembali dengan sang ayah yang telah lama berpisah dengan ibunya. Kehilangan satu kaki juga membawanya lebih dekat pada Bunga, gadis yang diam-diam dicintainya sejak lama. Tak ketinggalan, persahabatannya juga ikut mengerat. Dan yang terpenting, kehilangan satu kaki berhasil menyadarkannya bahwa tawuran itu tetap berakhir pada satu: kesengsaraan.
Bagi saya, novel ini berbeda, karena mengulas sisi lain dari dunia remaja, juga pendidikan yang banyak dicoreng-morengi ketidakjujuran. Novel ini setidaknya, berusaha menyadarkan kita, bahwa masih banyak yang harus kita benahi dalam sistem pendidikan di negara tercinta ini. Juga, mengajarkan kita agar tetap tak lelah berharap untuk survive dan menjalani hidup yang lebih baik di tengah segala yang tak sempurna. Singkat kata, novel ini adalah wujud karya yang mengkolaborasikan sastra dan musik dengan sempurna.
Bagi yang belum membaca, segera telusuri kisah bagus ini. Bagi yang telah meniti ceritanya, di sini saya hanya ingin berbagi.
*Penulis, yang masih selalu belajar menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
No comments:
Post a Comment