Oleh : A Fahrizal Aziz*
Saya heran kenapa orang yang rajin membaca disebut kutu buku. Padahal, kutu termasuk jenis hewan parasit yang merugikan. Ia membuat kepala orang gatal-gatal. Bahkan merk shampo kita didesain untuk mencegah kutu-kutu hidup dan nyaman dikepala. Lantas, kenapa dikonotasikan dengan orang yang rajin membaca?
Hal inilah yang sering dikeluhkan keponakan saya, ketika dia tengah membaca, maka teman-teman sepermainan yang melihatnya langsung bersorai : duh kutu buku. Akhirnya dia ngambek dan tak mau membaca. Istilah kutu buku sangat jelek dan menyiksa siapapun, karena konotasinya sangat negatif. Tapi lucunya, banyak orang menggunakan istilah yang menurut saya salah kaprah itu.
Efek dari istilah “kutu buku” juga pernah dialami murid saya ketika saya PKL di salah satu sekolah MI dulu. Dia harus sembunyi-sembunyi untuk membaca enslikopedia flora dan fauna kesayangannya agar tak disebut kutu buku. Bahkan, ketika tak ada tempat sepi untuknya membaca, ia tak mau membaca. Ia sedih kalau disebut kutu buku.
Makanya, saya sendiri tak sepakat kalau orang yang rajin membaca, yang bertujuan menambah wawasan, disebut kutu buku. Paradigma itu sangat negatif. Istilah kutu buku tak cocok dengan aktifitas yang begitu mulia ini. kesan-kesannya, kutu buku itu adalah orang yang dekil-rapi, berkacamata tebal, dan culun. Itulah yang membuat ponakan dan murid saya itu enggan untuk melanjutkan membacanya.
Padahal banyak juga orang trendi, fashionable dan gaul yang rajin membaca. Namun tak masuk hitungan. Mulai sekarang, mohon dengan sangat, jangan lagi menyebut orang yang rajin membaca dengan istilah “kutu buku”. Karena pasti sangat sakit. Dan sakitnya tu disini.
(*) Inisiator Bilik Kata
No comments:
Post a Comment