Oleh: A Fahrizal Aziz*
Dulu, ketika Marshanda melangsungkan pernikahan dengan Ben Kassyafani, tetangga saya melontarkan pujian : Beruntung sekali ya mereka berdua, yang perempuan cantik dan laki-laki ganteng. Serasi lah. Keduanya, diibaratkan pasangan yang ideal. Siapapun tidak memungkiri, Marshanda memang cantik, pun dengan Ben. Impas lah.
Namun ketika muncul isu keretakan rumah tangga mereka berdua, dan baru-baru ini dikabarkan Marshanda mulai gila. Muncul cacian dari orang-orang, (dan) mungkin termasuk tetangga saya : Kurang apa sih mereka berdua? Udah harta melimpah, segala kebutuhan terpenuhi, kok masih tak bisa akur.
Memang susah. Kehidupan seseorang, sekalipun begitu terbuka layaknya artis, kita tak akan pernah tau secara pasti. Apakah rumah tangga Marshanda dan Ben yang dulu kita pikirkan harmonis, serasi, dll itu adalah begitu adanya. Dan apakah isu keretakan serta sengkarut permasalahan yang kini menyertai kehidupan mereka berdua, memang begitu adanya? Kita pun tak pernah tau juga.
Dan memang, kehidupan tak diukur atas prasangka orang. Mereka yang hidup dirumah megah dengan fasilitas mewah, yang diprasangkakan hidup dalam kebahagiaan, belum tentu demikian. Pun dengan mereka yang hidup di rumah-rumah deret, yang setiap hari harus banting tulang pagi hingga malam, yang disangkakan hidup menderita, belum tentu demikian. Kita hanya menduga, dan mereka lah yang lebih tau.
Kita bisa dengan mudah membuat prasangka-prasangka tentang kehidupan Ben dan Marshanda, tapi apa benar begitu adanya? Tentu yang lebih tau adalah Ben dan Marshanda sendiri, kita hanya menduga. Namun, jika segala hal hanya diukur berdasarkan prasangka yang kita perbuat. oh, betapa jahatnya kita. Memaksakan kenyataan orang lain dari prasangka yang kita perbuat dan kemudian melabelinya “bodoh” “tak bersyukur” “tak konsisten” dan lain-lain.
Saya mahfum. Bangsa kita adalah masyarakat yang masih haus akan drama, orang masih lebih suka menempatkan prasangka diatas kenyataan. Seperti Ben dan Marshanda yang dulu kita sebut pasangan serasi, tapi kenyataan tak menjelaskan sebaliknya. Kalaupun sekarang kita sebut mereka “bukan pasangan serasi” semoga hal itu tidak membuat kita mendahulukan prasangka diatas realita.
Siapa tahu, setelah ini, mereka akan rujuk dan kembali menjadi pasangan yang serasi.
(*) Inisiator Bilik Kata
No comments:
Post a Comment